Sabtu, 05 Oktober 2013


Gelisah.
Perasaan mengganjal semacam tak tahu lagi harus bagaimana dan berbuat apa. Perasaan yang mengungkapkan akan adanya suatu kesalahan dan terkdang manusia sendiri tak tahu kesalahan tersebut terletak dimana. Keinginan untuk berbagi pada orang lain yang dirasa dapat mengerti. Tak perlu diakhiri dengan sebuah solusi, hanya cukup mendengar dan usapan lembut di kepala, katakan “semuanya akan baik-baik saja. Ada aku disini yang bisa membantumu berdiri”. Namun terkadang harapan tidak sesuai dengan realita. Jangankan untuk berbagi, tempat sandaran yang dipercaya pun tidak ada.

Banyak orang di dunia ini yang merasa bahwa dirinya memiliki banyak teman, kerabat, keluarga.. namun sejatinya dia tidak mempunyai siapa-siapa. Sekali lagi, perasaan sepi itu pun kembali. 

Seperti fatamorgana yang menyajikan tawa
Namun tiada disaat gundah hati dituangkan

Ada beberapa kalimat menarik dari seorang tokoh mengenai persoalan kehidupan yang membekas di hati saya, ia berkata “ketika kau mengungkapkan masalah mu pada orang lain, rumusnya adalah 70% tidak peduli, 20% senang atas masalah mu dan hanya 10% yang peduli, dan mereka adalah, keluraga mu”. Memang diawal terdengar sadis, tapi ternyata memang, ini sebuah kenyataan. Semakin banyak kita menceritakan masalah kita pada orang lain, semakin banyak pula kita mengumbar kelemahan pada mereka.

Disuatu kesempatan lain dia bercerita mengenai pendapatnya ketika menghadapi masalah. Dirinya tidak sependapat dengan anggapan “Jangan menganggap kau sebagai temannya kalau kau hanya ada disaat bahagia nya saja”. Menurutnya, teman ada disaat bahagia itu lebih baik daripada ia datang disaat sedih. Dia berpendapat bahwa dirinya lebih suka menyendiri ketika mempunyai masalah, karena hal tersebut akan memberinya ruang untuk beristropeksi diri. Yang menurutnya menjadi masalah adalah apabila dia bahagia namun ternyata tidak ada orang yang bersamanya, itu akan terasa lebih menyakitkan. Dan sekali lagi, pernyataan tersebut membekas di hati saya.

Memang, tidak ada orang yang sempurna. Semua manusia dilahirkan dengan masalah nya masing-masing. Namun yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah kemampuannya untuk berpikir. Logika, realita dan idealitas bercampur di dalam otak manusia. Bercampur menjadi satu sehingga terkadang otak kebingungan dalam memilah. Oleh sebab itu, Sang Pencipta menciptakan hati bagi pendamping otak manusia. Untuk membantunya menentukan arah. Untuk membantunya menjangkau sesuatu yang tidak teraih oleh logika. Dan sama seperti otak yang seringkali kabut akan batu kerikil di depannya, hati pun seringkali mengalami kekeruhan dan harus segera di jernihkan. Namun, tidak semua orang mengetahui bagaimana cara menjernihkan kabut pada otak dan kekeruhan dalam hati. Lagi-lagi, Islam memiliki jawabannya. 

Amalkan Shalat lima waktu, lakukan segala amalan baik, dan jauhi segala hal yang menjadi larangan-Nya. Setelah hal tersebut kau jalani, bersyukurlah. 
Sederhana :)