Minggu, 12 Agustus 2012

Laporan Butawarna


LAPORAN PRAKTIKUM
BIOPSIKOLOGI

Nama Mahasiswa        : Rizqi Zulfa Qatrunnada
Jenis Kelamin              : Perempuan
Umur                           : 19 Tahun
Pendidikan                  : Mahasiswa S1 Psikologi UGM
Nama Percobaan         : Memeriksa Buta Warna
No Percobaan              : VI
Nama Subjek               : Ashlihatul Latifa
Nama Pemeriksa         : Rizqi Zulfa Qatrunnada
Tanggal Percobaan      : 11 Mei 2012
Waktu Percobaan        : 07:30 WIB
Tempat Percobaan       : Gedung-K Fakultas Psikologi UGM

I.                        TUJUAN PERCOBAAN
Untuk mengetahui apakah subjek mengalami buta warna atau tidak.

II.                     DASAR TEORI
Beberapa lapis dibelakang permukaan retina terdapat kombinasi sel-sel batang dan kerucut yang sangat berperan dalam fungsi penglihatan mata. Sel kerucut (cone) bersifat fotopik serta berperan di siang hari yang peka terhadap warna, sedangkan sel batang (rod) adalah skotopik, yang peka terhadap cahaya, dan menjadi parameter kepekaan retina terhadap adaptasi gelap-terang (Pinel, 2009).
Buta warna adalah suatu kondisi ketika sel-sel retina tidak mampu merespon warna dengan semestinya. Sel-sel kerucut didalam retina mata mengalami perlemahan atau kerusakan. Dalam Kalat (2010), buta warna dideskripsikan sebagai defisiensi penglihatan berwarna, sebuah gangguan proses persepsi perbedaan warna. Penyebab buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik. Menurut Ganong (2003) dalam Kalat (2010), buta warna merupakan penyakit keturunan yang terekspresi pada pria, tetapi tidak pada wanita. Wanita secara genetis sebagai carrier. Istilah buta warna atau color blind sebetulnya salah pengertian dan menyesatkan, karena seorang penderita buta warna tidak buta terhadap seluruh warna. Akan lebih tepat bila disebut gejala defisiensi daya melihat warna tertentu saja atau color vision difiency. Orang yang mengalami buta warna tidak hanya melihat warna hitam putih saja, tetapi yang terjadi adalah kelemahan atau penurunan pada penglihatan warna-warna tertentu misalnya kelemahan pada warna merah, hijau, kuning, dan biru. Buta warna permanen biasanya terjadi karena faktor keturunan. Sedangkan orang yang tidak mengalami buta warna dapat mengalami buta warna apabila terjadi faktor-faktor tertentu seperti kecelakaan. Dalam Kalat (2010) disebutkan bahwa pada kasus buta warna yang paling umum, individu mengalami kesulitan untuk membedakan warna merah dan hijau. Sekitar 8% pria adalah penderita buta warna merah hijau, sementara penderita wanita hanya 1% (Bowmaker, 1998).
Tipe buta warna ada 3 (Widyastuti, M. et all, 2004), yaitu:
1.Monokromat atau buta warna total (monochomacy)
Sering dianggap sebagai buta warna oleh orang umum. Kondisi ini ditandai dengan retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Hanya warna hitam dan putih yang mampu diterima retina.
2.      Dikromat atau buta warna parsial (dichromacy)
Yaitu keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Ada tiga klasifikasi turunan, yakni:
a.       Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna merah atau perpaduannya kurang.
b.      Deuteranopia, retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap warna hijau.
c.       Tritanopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan
3.      Anomaly trikromat (anomalous trichromacy)
Yaitu mata mengalami perubahan tingkat sensitifitas warna dari satu atau lebih sel kerucut pada retina. Jenis buta warna inilah yang sering dialami oleh orang-orang. Ada tiga klasifikasi turunan pada trikromasi, yaitu:
a.       Protonomali, lemah mengenal warna merah.
b.      Deuteromali, warna hijau sulit dikenal.
c.       Trinomali, warna biru sulit dikenal.

 
Metode untuk tes buta warna yang dipakai adalah metode yang ditemukan oleh Dr. Shinobu Ishihara yaitu metode Ishihara. Berupa lingkaran berwarna yang beberapa diantaranya dirancang agar ada angka tertentu. Subjek diminta merespon dari masing-masing gambar yang diberikan oleh pemeriksa (Widianingsih, R. et al., 2010).
Gambar 1                                            Gambar 2

III.             ALAT YANG DIGUNAKAN
1.      Alat tulis
2.        Buku Tes Ishihara
3.      Lembar kerja laporan
4.        Stopwatch

IV.                  JALAN PERCOBAAN
1.      Lakukan di tempat yang cukup terang dan suasana kondusif
2.      Jarak mata dengan buku 0.5 sampai dengan 1 meter
3.      Subjek diminta membaca 14 gambar yang tersedia
4.      Periksa dulu dengan gambar 1, 2, dan 11 untuk mengetahui apakah subjek menderita penyakit lain
5.      Selanjutnya periksa subjek dengan gambar lainnya
6.      Catat respon dan waktu yang diperlukan subjek untuk menjawab tiap gambar
7.      Cocokkan hasil jawaban subjek dengan kunci untuk mendapatkan hasil praktikum

V.                     HASIL PERCOBAAN
Subjek percobaan mampu menyebutkan warna-warna pada buku ishihara dengan benar dan cepat.
Berikut lampiran tabel percobaan:
No
Nama Gambar
Respon
Waktu (s)
Keterangan
1.
12
12
00:45
Normal
2.
8
8
00:65
Normal
3.
5
5
00:43
Normal
4.
29
29
00:17
Normal
5.
74
74
01:30
Normal
6.
7
7
00:42
Normal
7.
45
45
00:71
Normal
8.
2
2
00:83
Normal
9.
X
Tidak ada
00:90
Normal
10.
16
16
01:26
Normal
11.
X
Tidak ada
00:90
Normal
12.
35
35
00:80
Normal
13.
96
96
00:98
Normal
14.
X
Tidak ada
00:64
Normal

VI.                  KESIMPULAN
Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami buta warna dapat dilakukan dengan salah satu metode Ishihara. Metode Ishihara adalah suatu metode untuk tes buta warna. Berupa lingkaran berwarna yang beberapa diantaranya dirancang agar ada angka tertentu. Pada hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa subjek percobaan tidak mengalami buta warna. Hal ini disebabkan sebjek penelitian mampu menjawab pertanyaan dengan tepat saat penguji mengetes. Beberapa lapis dibelakang permukaan retina terdapat kombinasi sel-sel batang dan kerucut yang sangat berperan dalam fungsi penglihatan mata. Sel kerucut (cone) bersifat fotopik serta berperan di siang hari yang peka terhadap warna, sedangkan sel batang (rod) adalah skotopik, yang peka terhadap cahaya, dan menjadi parameter kepekaan retina terhadap adaptasi gelap-terang. Sel-sel kerucut (konus) didalam retina mata subjek tidak mengalami perlemahan atau kerusakan, sehingga subjek mampu merespon tes yang diberikan secara tepat.

VII.               APLIKASI
1.      Seorang designer menggunakan pengindraannya dalam pemilihan warna kain yang bermacam-macam corak dan warna nya
2.      Manusia mengkombinasikan warna pakaian dengan perpaduan yang tepat agar dapat menarik perhatian (match)
3.      Dalam ilmu grafis desain Komvis, kontribusi warna bagi kehidupan dan karya desain Komunikasi Visual mengupas penggunaan warna sebagai intisari objek dalam berinteraksidengan dunia.
4.      Pengendara sepeda motor berhenti saat rambu-rambu berwarna merah dan berjalan saat rambu-rambu berwarna hijau
5.      Militer menggunakan kombinasi warna agar dapat mengaburkan  penglihatan musuh
6.      Simpan seekor ayam di ruangan gelap dan taburkan beras di sekitarnya. Sinari ruangan dengan dengan warna tertentu. Ayam akan mematuk beras dalam cahaya merah, kuning, dan hijau, tetapi tak akan mematuk pada cahaya biru. Hal ini berarti ayam tak mampu melihat cahaya biru dan oleh karena itu dikatakan buta dalam warna biru.
7.      Saat televisi dimatikan layarnya akan terlihat berwarna kelabu, ketika tivi dinyalakan terdapat bagian layar yang berwarna hitam, walaupun sebenarnya terdapat lebih banyak cahaya. Persepsi hitam itu muncul karena adanya kontras terhadap bagian telivisi lain yang lebih cerah. Kontras terjadi karena ada perbandingan yang dilakukan dalam korteks serebrum. Seperti yang disebutkan oleh teori retineks.


Yogyakarta, 12 Mei 2012
Penyusun

Rizqi Zulfa Qatrunnada

Asisten            : Nicodemus Rinato Yoga Ekoutomo
Nilai                : A, A/B, B, B/C, C, C/D, D, D/E, E



DAFTAR PUSTAKA

Kalat, James W. 2010. Biopsikologi Edisi 9 (Diterjemahkan oleh Dhamar Pramudito). Jakarta: Salemba Humanika.

Pinel, John P.T. 2009. Biopsikologi Edisi Ketujuh (diterjemahkan oleh Helly P Soetjipto dan Sri M Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelopor.

Werner, A. 2007. Color constancy improves, when an object moves: High-level motion influences color perception. Journal of Vision 7(14):19, 1–14. Diakses dari www.journalofvision.com pada 11 Mei 2012 pukul 18:35 WIB.

Widianingsih, R. Kridalaksana, A. Hakim, Ahmad. 2010. Aplikasi Tes Buta Warna Dengan Metode Ishihara Berbasis Komputer. Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No.1. Diakses dari www.google.co.id pada 11 Mei 2012 pukul 19:35 WIB.

Widyastuti, M., Suyanto, Yulianto, F. 2004. Tes Buta Warna Berbasis Komputer. Jurnal Teknik Informatika. Diakses dari www.google.co.id pada 11 Mei 2012 pukul 19:10 WIB.

http://colorvisiontesting.com/Demo%2520no.%252016.jpg. Diakses pada 12 Mei 2012 pukul 07:30 WIB

http://www.toledo-bend.com/colorblind/Color29.jpg. Diakses pada 12 Mei 2012 pukul 07:35 WIB


Aplikasi Tes Buta Warna: Dengan Metode Ishihara Berbasis Komputer
 

Ratri Widianingsih, Awang Harsa Kridalaksana, Ahmad Rofiq Hakim

Abstract

Pembangunan aplikasi tes buta warna dengan metode ishihara berbasis komputer bertujuan untuk kegiatan tes buta warna yang menghasilkan kesimpulan normal, buta warna parsial dan buta warna total, dan hasil tes tersimpan di suatu database komputer. Metode untuk tes buta warna yang dipakai adalah metode yang ditemukan oleh Dr. Shinobu Ishihara yaitu metode Ishihara. Untuk pembangunan aplikasinya menggunakan tahapan analisis, desain dan implementasi. Studi kasus dalam penelitian ini dilaksanakan untuk tes buta warna untuk persyaratan tes kesehatan di POLTABES Samarinda. Untuk membangun aplikasi ini digunakan Visual Basic 6.0 dan Microsoft Access 2007. Penelitian ini telah menghasilkan suatu Aplikasi Tes Buta Warna dengan Metode Ishihara Berbasis Komputer yang digunakan untuk tes buta warna di POLTABES Samarinda. Dengan hasil keluaran
berupa print out Surat Keterangan Kesehatan dengan menyebutkan hasil tes buta warna yaitu normal, buta warna parsial atau buta warna total.
Kata kunci : Tes Buta Warna, Metode Ishihara

Tes Buta Warna Berbasis Komputer

MariaWidyastuti, Suyanto, Fazmah Arif Yulianto

Abstract

Color blindness is a condition where someone could not see the difference between two colors or more. There are some color blindness classifications, and so there exist some methods to test whether or not someone has color-blind symptom (and if so, in what classification). Ishihara test is a standard and simple world wide-known and used test. Ishihara used 38 pages filled with multicolored dots which some of them resembles numbers or colored-path. There are two most important disadvantages of using Ishihara test tool. First, the tool (book) is not easy to find (or buy), so anyone who wants to take the test usually go to the doctor or some eye-specialist clinics. Second, the images shown in the book were static. It means we can cheat the test by memorizing each number(s) appeared on every page. Computer-based test can solve those two problems. The application has been evaluated and tested in Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. The result shows, that this particular application can classify up to eight color-blind types (protanopia, deuteranopia, weak protanomali, weak deuteranomali, strong protanomali, strong deuteranomali, and both monochromat complete color blindnesses).
Keywords: color blind, Ishihara test.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

makasih,,-